Salam Perjuangan |
Persoalan
terkait mengenai program wajib militer yang mulai diselenggarakan di indonesia.
Mengenai program bela negara yang mulai dibuka pendaftarannya yang hampir
setengah dari jumlah penduduk indonesia , 100 juta jiwa dengan usia dibawah 50 tahun
yang ditargetkan ikut program tersebut. Dikatakan bahwa pelatihan difokuskan
pada revolusi mental dari materi bela negara yang diberikan, yang meliputi:
pemahaman tentang empat pila negara, sistem pertahanan semesta dan pengenalan
alutsita TNI, dan ditambah lima nilai cinta terhadap tanah air. Dasar
bangsa,rela berkorban dan pancasila sebagai dasar negara. Pelatihan fisik tidak
terlalu dibebankan melainkan hanya baris-berbairis saja . Setelah mendapatkan
pelatihan, mereka akan mendapat sebuah kartu anggota Bela Negara. Sedangkan
kartu tersebut tidak tidak mempunyai nilai khusus bagi warga yang pernah
mengikuti pelatihan bela negara, lantas kartu tersebut hanya sebagai penanda
atau cinderamata?
Mengenai
persoalan tentang pelatihan yang hanya melatih dan terfokus pada pembentukan
revolusi mental tanpa terlalu memperhatikan tentang latihan fisik. Sedangkan
dalam sebuah pelatihan kemiliteran maka yang jadi pokok utama dalam pelatihan
iyalah pelatihan fisik agar kuat dan tidak mudah terpengaruh oleh lingkungan
sekitar agar dapat menjadi orang yang tangguh dan tidak menjadi beban dalam
menjalankan tugasnya.
Pemerintah
yang hanya menilai bahwa program wajib militer ini hanya sebagai pembentukan
kader bela negara pada gagasan pemerintah untuk mempersiapkan rakyat untuk
menghadapi dua bentuk ancaman, yakni ancaman militer dan nirmiliter, didasarkan
pada pasal 27 UUD 1945 dan Undang-Undang Pertahanan Nomor 3 Tahun 2002. Pun
demikian, yang pastinya akan begitu banyak tanggapan dari kalangan masyarakat
baik pro maupun kontra.
Revolusi
mental yang dirancang untuk kesiapan dalam pelaksanaan terkait bela negara
tersebut sudah pasti akan menimbulkan pro dari berbagai kalangan masyarakat.
Tapi, masalah kesiapan juga harus lebih diperhatikan. Yaitu, sarana pelatihan
yang dimiliki oleh Badiklat (Badan pendidikan dan Pelatihan) Kemenhan, harus
dipastikan mampu menampung yang begitu banyak pendaftar. Sosialisasi juga
seharusnya dilakukan dan diterapkan secara Massive, mengingat program tersebut
yang beberapa minggu lagi akan dijalankan yang bersifat terbuka yang akan
dijalankan oleh seluruh warga indonesia dibawah usia 50 Tahun , yang boleh jadi
masih berpikir negatif terhadap program ini, terutama mengenai konsep bela
negara yang bukan hanya berarti harus wajib militer. Karena jangan sampai,
program tersebut tidak memiliki infrastruktur yang sesuai sehingga akibatnya
program tersebut berkesan dilaksanakan dengan apa adanya atau sebuah program
yang dilakukan dengan diada-adakan saja, dan tentu hal seperti inilah yang jangan
sampai masyarakat tidak mengerti sehingga dia bingun harus mengikuti yang mana.
Dilihat dari
persediaan fasilitas dan sosialisasi yang masih kurang dan untuk pemenuhannya
yang sudah pasti akan berdampak besar atau luar biasa terhadap anggaran, yang
bahkan sampai saat ini pembicaraan lebih rinci mengenai anggaran antara
pemerintah dengan DPR belum dilakukan. Dengan hal ini sudah pasti akan memicu
kepada banyaknya kalangan masyarakat yang akan kontra terhadap program
tersebut.
Program
wajib militer tidak prakti, karena pelatihan tentara cadangan hanya sekitar 30
hari, mungkin hanya sempat untuk latihan baris-berbaris, yang umumnya mereka
hanya mendapat uang saku. Padahal waktu yang dipakai dalam pelaksanaa tersebut
hanya akan mempengaruhi produktivitas mereka dalam kegiatan masing-masing ,
yang sudah jelas hanya akan merugikan. Di tambah lagi jumlah dana APBN untuk
bidang pertahanan hanya 0,77% dari total seluruh APBN(data statistik),
sedangkan jumlah dana yang akan digunakan untuk program wajib militer yang akan
diselanggarakan untuk akhir tahun 2015 berkisar Rp. 500 Triliun. Dari dana APBN
mungkin itu hanya akan cukup untuk membiayai komponen utama saja bahkan bisa
saja itu kurang karena jumlah dana yang pantas untuk membiayai seluruh personil
ini adalah 2% total APBN. Oleh karena itu, di banding harus mengadakan program
wajib militer yang membutuhkan dana yang begitu besar, mugkin solusi yang baik
adalah mempertahankan program kemiliteran yang ada atau penguatan pertahanan
melalui anggaran APBN.
Program
wajib militer jika disamakan dengan bela negara sudah pasti akan terlihat jelas
dari perbedaannya. Karena, wajib militer bersifat resmi dan seseorang yang
mengikuti wajib militer langsung menjadi sersan, letnan. Sedangkan bela negara
hanya memberikan jiwa. Yaitu, mengenai kecintaan warga terhadap tanah air.
Bela negara
bukan hanya disaat kita harus memegang senjata, tetapi membangun jiwa, sehingga
mempunyai rasa memiliki negara, disiplin dan tanggung jawab terhadap negara.
Sikap bela negara memang sangatlah penting dimiliki oelh setiap warga negara
dan harus ditumbuhkan berdasarkan pada identitas negara itu sendiri. Sikap bela
negara bukan hanya harus ikut dalam program wajib militer yang mampu untuk
mempertahankan negara tapi bukan berarti tidak memiliki sikap nasionalisme.
Karena sikap cinta terhadap tanah air bisa diwujudkan dengan pemeliharaan dan
penjagaan serta pelestarian terhadap sumber-sumber yang ada pada negara kita.
Menyangkut
tentang wajib militer yang merupakan solusi tepat untuk pembentukan revolusi
mental terhadap anak bangsa itu bersifat relatif, karena pembentukan mental
yang baik tidak hanya harus didapatkan pada disaat ikut program wajib militer
karena pembentukan mental anak bangsa bisa melalui dengan pendidikan disekolah-sekolah
atau di perguruan tinggi dan terutama pada keluarga sendiri. Penerapan tentang
sikap yang baik dan cinta terhadap tanah air dalam sekolah dapat melalui dengan
pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan dengan metode pengajaran yang baik. Dan
dalam perguruan tinggi tidak lepas dari Pendidikan Kewarganegaraan yang
mendidik dan menyadarkan mahasiswa untuk cinta terhadap tanah air, dengan
pengimplementasiaanya yaitu mencintai produk dalam negeri. Dan pembentukan
sikap disiplin dalam diri mahasiswa yaitu dengan adanya kegiatan LDKM (Latihan
dasar kepemimpinan mahasiswa). Dan di dalam setiap rangkai kegiatan tersebut
terkandung pendidikan tentang mental yang baik dan bagaimana cara menjadi warga
negara yang baik dan menjadi penerus generasi yang lebih baik.
Melakukan
revolusi karakter bangsa melalui kebijakan penataan kembali kurikulum
pendidikan nasional dengan mengedepankan aspek pendidikan kewarganegaraan, yang
menempatkan secara proporsional aspek pendidikan, seperti pengajaran sejarah
pembentukan bangsa, nilai-nilai patriotisme dan cinta tanah air, semangat bela
negara dan budi pekerti di dalam kurikulum pendidikan indonesia.
Penulis :
Nur Asmiati
0 komentar:
Posting Komentar