Minggu, 26 Juni 2016

Kebudayaan Remaja Madani Bersama Santri


Mengaji bersama


Kebudayaan merupakan elemen penting dalam nilai-nilai kemanusiaan. Salah satu yang mencirikan manusia adalah budaya. Pengertian dari budaya sendiri adalah sebuah ciri atau identititas dari sekumpulan orang yang mendiami wilayah tertentu. Budaya ini timbul dari perbuatan yang dilakukan oleh masyarakat secara berulang – ulang sehingga membentuk suatu kebiasaan yang pada akhirnya menjadi sebuah budaya dari masyarakat itu sendiri. Budaya yang telah terbentuk itu akan masuk dan mengakar di dalam kehidupan manusia, sehingga tanpa kita sadari budaya ini telah mempengaruhi kehidupan manusia. Berdasarkan ilustrasi di atas, dapat dimengerti bahwa kebudayaan mempengaruhi manusia dalam berperilaku. Baik itu perilaku yang bersifat baik maupun buruk. Banyak sekali perilaku – perilaku manusia yang dipengaruhi oleh budaya. Akibatnya, terciptalah tatanan nilai dan pola hidup yang baru akibat dari budaya tersebut. Karena faktanya budaya mempengaruhi tatanan kehidupan bermasyarakat.


Pembahasan kali ini akan difokuskan pada kebudayaan generasi muda khususnya bagi santri. Generasi muda memberi pengaruh yang siginifikan dalam hal memajukan perkembangan manusia yang lebih baik secara aktif. Kebudayaan merupakan keseluruhan kompleks yang didalamnya terkandung pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat, dan kemampuan-kemampuan lain yang didapat oleh seseorang sebagai anggota masyarakat. Kebudayaan sebagai dinamika kehidupan manusia akan terus berkembang sejalan dengan perkembangan zaman serta perkembangan proses pemikiran manusia.


Akan tetapi, generasi muda atau remaja yang diharapkan mampu memajukan perkembangan bangsanya untuk menuju yang lebih baik, secara faktual telah banyak yang menjadi individu labil sehingga emosinya tidak terkontrol. Hal ini bisa disebabkan oleh masalah keluarga, kekecewaan, pengetahuan yang minim, dan ajakan teman-teman yang bergaul bebas yang dapat membuat generasi muda Indonesia berkurang potensinya dalam memajukan bangsa. Melihat berbagai fakta yang terjadi saat ini, tidak sedikit para remaja yang terjerumus ke dalam lembah perzinahan. Sebab, pergaulan bebas mereka yang tanpa dibentengi dengan iman dan ilmu. Dan faktor lainnya adalah kurangnya kepedulian masyarakat saat ini terhadap batas-batas pergaulan antara pria dan wanita. Disamping itu didukung oleh arus modernisasi yang telah mengglobal dan lemahnya benteng keimanan kita mengakibatkan masuknya budaya asing tanpa perenungan dan penyaringan, sehingga tidak bisa mengembangkan kontrol diri untuk bertingkah laku sesuai dengan semestinya.


Krisis identitas yang biasanya dialami generasi muda ialah kegagalan dalam mencapai apa yang diinginkannya sehingga timbullah rasa kecewa yang mendalam. Lalu memicu untuk melakukan hal-hal negatif sebagai pelampiasan dari rasa kecewa tersebut.


Konflik antar anggota keluarga juga bisa memicu perilaku negatif pada remaja. Pendidikan yang kurang baik dari lingkungan keluarga juga dapat memicu perilaku negatif oleh generasi muda. Misalnya kebiasaan sering dimanja oleh orangtua, minimnya pemahaman agama yang diberikan oleh keluarga, perceraian orangtua maupun tidak adanya komunikasi antar anggota keluarga.


Dari pada itu, tidak adanya tujuan dan visi dalam hidup yang jelas juga dapat menjadi salah satu faktor yang dapat menyebabkan penurunan kualitas generasi muda kini. Sehingga banyak remaja yang bingung untuk menentukan arah manakah seharusnya mereka melangkah. Banyak dari kalangan remaja yang hanya sekedar mengikuti arus modernisasi yang keliru seperti fashion yang sedang nge-tren sekarang ini dan sayangnya mereka tidak melihat apakah fashion tersebut sesuai dengan syari’at atau tidak . Bila ada konser seorang musisi yang sedang hits, maka pada umumnya para remaja akan berbondong-bondong pergi untuk menonton konser tersebut padahal akan ada hal positif lain yang dapat dilakukan.


Apakah santri memiliki peranan penting dalam fenomena ini? tentu saja. mengapa? mari sejenak kita ulas sedikit mengenai santri. Tentu kita paham apa makna dari kata “santri”. Pengertian santri secara sederhana ialah seseorang yang mengenyam pendidikan dengan porsi pelajaran agama lebih banyak dibanding dengan pelajaran umum atau ada yang hanya pelajaran agama saja. Di dalamnya mereka selalu menimba ilmu, mengasah diri, budi pekerti dan tak mengenal menyerah walaupun hanya dengan fasilitas yang terbatas. Dan pada umumnya seorang santri memiliki keahlian khusus dalam bidang keagamaan seperti dalam bidang kitab, hafalan qur’an, seni membaca al;qur’an hingga kaligrafi yang diajarkan oleh para asatidz ketika di pesantren.


Di Pesantren, para santri juga diajarkan pemahaman ilmu agama yang lebih  mendalam guna memiliki bekal yang cukup ketika nantinya terjun ke masyarakat. Minimal sebagai benteng diri sendiri agar tidak melakukan penyimpangan baik secara syari’at maupun norma yang berlaku.


Masih ada beberapa stigma dimasyarakat yang beranggapan bahwa santri atau orang yang ‘masuk’ pesantren adalah mereka yang gagal. Baik gagal dalam mendapatkan sekolah impian maupun yang gagal dalam segi tingkah laku. Padahal pesantren merupakan sistem perpaduan antara pendidikan agama dan pendidikan umum. Sehingga intelektual, pola piker, dan moral menjadi terdidik. Maka stigma tentang moral dan intelektual dalam pesantren yang dianggap gagal perlu diluruskan. Dan alumni pesantren nantinya tidak akan menjadi pribadi kolot dan kuper, melainkan menjadi pribadi yang hebat.


Di era yang modern seperti sekarang ini, banyak kita jumpai para wanita yang mengumbar auratnya yang tanpa disadari akan mengundang bahaya untuknya sendiri. Lalu ada juga beberapa laki-laki yang kebiasaannya berkumpul hingga larut malam dengan ditemani oleh bermacam-macam minuman keras yang hal tersebut sama sekali tidak pantas untuk dilakukan oleh generasi muda bangsa Indonesia. Bahkan yang lebih mencengangkan ada beberapa diantara yang dulunya nyantri juga terjerumus ke lembah kemaksiatan. Namun itu hanya sebagian kecil saja. Sebab, semua orang pasti ada yang baik dan buruk. Mungkin saja belum sadar dengan apa yang dilakukan.


Mengapa mereka melakukan hal tersebut?. Bukankah mereka mendapatkan ilmu agama yang cukup ketika menimba ilmu di pesantren?. Kemungkinan penyebabnya ialah akibat krisis percaya diri yang mereka alami. Ditambah lagi dengan  anggapan masyarakat bahwa jika menjadi seorang santri nantinya akan terbelakang baik dari segi pekerjaan yang belum jelas , gaptek teknologi, dan tidak memiliki kepintaran yang setara dengan mereka yang belajar di sekolah umum. Mereka tidak percaya diri ketika keluar rumah dengan memakai pakaian yang biasa mereka kenakan di pesantren dulu. Sehingga mereka memutuskan untuk mengikuti pola hidup remaja kini tanpa bisa memilahnya dengan baik. Bukan hanya sekedar dari segi penampilan, namun dari segi tingkah lakupun diubah. Hilang semua identitas santri yang melekat akibat pengambilan keputusan yang salah.


Disinilah peran seorang santri diperlukan. Santri yang ideal, tidak boleh  berpikir pendek seperti itu. Seorang santri harus dapat menyikapi segala sesuatu segala cerdas dan cermat. Ilmu agama yang diperoleh ketika di pesantren harus dijadikan sebagai perisai diri dalam menanggapi hal-hal negatif yang ada. Seorang santri harus mampu mengendalikan diri dengan baik agar tidak terbawa arus negatif . Dan seharusnya santri mampu membawa perubahan di lingkungan tempat ia tinggal minimal dalam lingkungan keluarganya sendiri. Kewajiban dakwah tidaklah boleh diabaikan begitu saja apalagi seorang santri memiliki ilmu yang kompeten dalam hal tersebut. Seperti firman Allah dalam Qs. Al-Ashr ayat 3, harus saling menasehati dalam kebaikan. Jika untuk menasehati orang lain mengalami kendala, minimal santri harus dapat mencitrakan dirinya sebagai seorang yang ‘arif, berilmu, dan beretika sehingga orang lain di sekitarnya secara tidak langsung akan mengikuti kebiasaan baik tersebut. Hingga akhirnya akan membentuk kebudayaan yang madani, bermoral, dan beretika pada  masyarakat umumnya dan khususnya pada remaja itu sendiri.


Penulis : Amatullah
Share:

Minggu, 19 Juni 2016

Gadget Autism ?? Oh tidak!!!!!!!

Gadget Autism
Menyebarnya virus anti sosial atau lebih di kenal di kalangan masyarakat adalah penyakit Gadget Autisme. Mendengar kata autisme yang terbayang di setiap benak seseorang  adalah suatu penyakit bawaan sejak lahir yang biasanya menyebabkan penderitanya mengalami kecacatan mental berupa keterlambatan perkembangan mental, seseorang yang menderita autis,  biasanya dicirikan dengan seorang sosok yang hiperaktif dan suka menyediri. Akan tetapi, saat ini penyakit autisme sudah menyebar dikalangan masyarakat umum hal ini berupa ketidaksenangan seseorang melakukan hubungan interaksi dengan lingkungannya akan tetapi, mereka menjadi sosok komunikan pasif yang baik dalam dunia maya. Mereka sibuk menyukai bahkan berbalas komentar melalui chatting di berbagai media sosial yang faktanya tak jarang di antara mereka tidak mengenal sosok yang mereka ladeni dalam chatting di dunia maya tersebut. Hal ini sudah terbukti banyak di antara mereka yang melakukan hubungan jarak jauh atau yang lebih familiar dikenal dengan sebutan long distance relationship, bagaimana hal ini bisa terjadi? Ini lah pertanyaan besar di antara kita bahwasanya pada era globalisasi ini banyak yang suka terhadap orang lain hanya karena tertarik kepadi foto profil seseorang. Itulah gambaran sekilas tentang gadget autistme.

Tak bisa ditolak perkembangan iptek di abad ke-21 ini, menuntut setiap orang untuk memiliki gadget baik berupa ios, android, dan microsoft. Karena, tanpa gadget kita menjadi seorang yang pasif tidak bisa menikmati informasi yang disuguhi oleh dunIa. Di gadget tersebut mengolah jutaan data dalam sekejab bahkan suatu informasi yang baru terjadi beberapa detik yang lalu sudah dapat di akses di media sosial. Ini lah dampak positif gadget akan tetapi kebanyakan di antara kita mengunakan gadget hanya sebagai style yang dijadikan pandangan dalam menilai  tingkatan ekonomi sesorang. Sekarang seseorang mengatakan orang lain kaya berdasarkan gadget apa yang di gunakan seseorang. Hai ini telah merubah pandangan seseorang  terhadap  tingkatan stratitifikasi golongan. Dulu staratifikasi sesorang dapat dilihat dari dari cara berpakaian, pendidikan, kekuasaan dan segala sesuatu yang berkaitan dengan material. Akan tetapi bukan sekarang karena kepemilikan seseorang terhadap gadget mewah bagi segelintir orang di dapat melalui kredit bulanan, karena mereka ingin memiliki gadget yang mewah sehingga bisa dihormati dan disegani oleh khayalak ramai. Tak salah ada seorang tokoh islam yang mengatakan ”Suatu negara akan hancur ketika perkembangan teknonogi iptek berkembang dan orang menikmatinya secara cuma-cuma (mudah di dapat)”

Bukti kehancuran indonesia sudah di ambang pintu, kita dapat melakukan observasi yang melibatkan diri kita sendiri sebagai pengamat penguna gadget atau sebagai seorang penguna gadget. Sekarang fakta nya anak balita bahkan batita sudah kenal dengan gadget padahal pada  usia mereka tersebut terdapat masa yang tidak dapak terrlewatkan yaitu masa belajar sambil bermain, meniru, dan berinteraksi dengan lingkungan di sekitarnya. Akan tetapi lihat situasi sekarang anak kecil sudah tidak suka lagi berinteraksi dengan orang lain asalkan ada gadget bahkan mereka menangis meminta gadget kepada orang tua mereka. Selaku orang tua yang tidak baik memberikan hal tersebut kepada anaknya yang menurut orangtua tersebut dapat menyenangkan anaknya. Akibat dari semua itu banyak anak-anak sekarang yang tidak suka berorganisasi bahkan mereka tidak saling mengenal karena ketika terjadi pembelajaran di sekolah mereka belajar dan ketika jam istirahat mereka sibuk mengunakan gadget mereka untuk mengakses berbagai media sosial yang mengakibatkan seorang  tidak mengenal teman sekelasnya padahal tidak ada tembok penghalang untuk melakukan interaksi. Hal ini dapat di buktikan ketika ada sesorang teman yang sakit lalu diinformasikan kepada seluruh murid mereka malah balik bertanya siapakah dia ibu guru? apa dia termasuk murid yang ada di kelas ini? di mana dia duduk? dan berbagai macam pertanyaan yang menunjukan bahwa mereka tidak saling mengenal.

Sebagai orang tua tidak boleh hanya menyalahkan anak mereka yang tumbuh menjadi autis karena tidak suka berkomunikasi. Hal ini terjadi karena kelalaian orang tua baik dari segi manajemen waktu yaitu tidak dapat melihat perkembangan anaknya karena terlalu sibuk dengan karir yang kata mereka untuk menyejahterakan anaknya yang padahal sesungguhnya tanpa gadget anak akan sejahtera juga asalkan masa kecilnya penuh dengan bimbingan orangtua sehingga sang anak tumbuh menjadi seorang remaja berjiwa sosial yang dapat menjadi agen perubahan bagi negri  ini. Inilah polemik yang melanda indonesia karena pertumbuhan generasi muda yang didominasi oleh gadget dan teknologi lainnya maka lahirlah generasi muda pasif yabg tidak dapat menjadi agen perubahan bagi negara indonesia. Buktinya orang-orang yang duduk di kursi DPR, MPR atau di pemerintahan legislatif yudikatif dan eksekutif  pada saat ini tidak melakukan interaksi yang baik dengan masyarakat hal ini dapat di pertanyakan apakah dampak dari gadget yang menyebabkan mereka autist dengan kepemimpinan mereka. Padahal mereka semua adalah orang yang berpendidikan tinggi, karena menjadi pemerintah bukan hanya memiliki otak cerdas akan tetapi memiliki mental yang cerdas juga, terampil dalam menyampaikan sesuatu, terampil dalam memimpin negara ini menjadi sebuah negara yang maju bukan hanya berkembang. Di bandingkan dengan negara tetangga kita termasuk negara yang terlebih dahulu merasakan kemerdekaan. Akan tetapi, sejujurnya kita masih dijajah baik perekonomi, politik, dan kekuasaan, kita hanya diakui kedaulatan yaitu NKRI.

Hal ini terjadi karena pemimpin yang autis mereka hanya menyibukkan diri  mengonta-ganti disply picture di bbm, profil puicture dengan berbagai kata kampanye, sibuk berdebat dengan rakyat di instagram bahkan pemimpin kita saai ini bak artis papan atas yang sudah tenar bahkan masyhur melampaui artis  papan atas, para pemimpin bangga ketika menuai banyak komenan dari publik bahkan mereka tidak mengenal sosok yang memberikan hujatan pedas kepada mereka yang mereka tau dunia maya itu baik sehingga tidak terlalu di permasalahkan. Sebagai warga negara kita harus mencari solusi yang tepat terhadap perkembangan gadget secara pesat karena tak mungkin kita memusnahkan gadget akan tetapi kita perlu menanamkan kepada setiap orang di indonesia untuk mengunakan gadget sesuai kebutuhan dan selalu ingat bahwa interaksi itu perlu tanpa adanya interaksi antara sesama warga indonesia akan menyebabkan lunturnya bhineka tunggal ika. Sekarang mulailah berbenah diri dan sadarlah bahwa gadget sudah merusak semua kalangan rakyat indonesia bahkan merusak elemen pemerintahan indonesia. Meninggalkan gadget itu mustahil tapi penerapan pengunaan gadget secara efektif dan positif bisa di mulai dari sekarang yang perlu kita sadari satu hal negara produsen gadget saja tidak begitu tertarik dengan gadget ciptaan mereka, bahkan dari aspek memiliki mereka lebih mudah mendapatkan gadget tersebut, kenapa mereka bisa mengefektifkan pengunaan gadget? karena mereka sadar gadget dan IT lainnya dapat menyebabkan mereka hancur, lalai dan melupakan tugas mereka karena tak dapat di pungkiri pertemanan dengan orang yang berada di media sosial lebih baik,tidak menuntut banyak hal tidak sama ketika kita berteman dengan seorang teman yang sudah kita kenal karena kita harus mengetahui kepribadiaanya terkadang mereka egois, terkadang sensitif bahkan ada yang selalu hipokrit, tapi harus kita sadari pertemanan melalui media sosial juga termasuk hipokrit atau pertemanan yang bukan ideal. Bayangkan saja berteman melalui monitor handphone yang kecil yang kadang kita tidak mengetahui asal usul teman kita siapakah dia sebenarnya.maka dari itu berhati- hati lah!!.Ingat suatu negara akan hancur ketika di dalam negeri itu terdapat banyak manusia autis yang hanya hiperaktif di dunia maya tanpa melakukan hal-hal yang bermanfaat untuk negaranya sendiri. Riset menyatakan perkembangan gadget sudah hampir mematikan sebagian negara karena dari medsos suatu negara bisa berkonflik, terjadi sengketa di mana-mana. Otak manusia berubah menjadi robot yang harus menerima informasi dari berbagai sumber yang tak jarang informasi tersebut tidak bermanfaat. Dapat dipastikan para pejabat pemerintahan yang autis yang disebabkan oleh pengaruh  gadget tidak peduli terhadap perkembangan negara yang dipimpinnya yang dia ketahui hanya memainkan gadget nya melihat perkembangan dunia luar atau membayangkan bagaimana bisa ke luar negeri, lalu bisa rekreasi kemana? tidur di hotel bintang berapa? sungguh pemandangan yang tidak etis. Disaat ekonomi menjadi permasalahan utama pemerintah hanya bisa meng upload status di instagram kemiskinan merajalela di Indonesia mengunakan  huruf yang full capslock mereka tidak merasa malu dan tidak menyadari kedudukannya sebagai seorang pemerintah yang berkuasa dan memiliki tanggung jawab untuk mempertanggung jawabkan rakyat dan ke pemimpinanya. Ditengah bencana alam menimpa Indonesia mereka asyik bergadget ria mengunggah di berbagai sosial media doakan saudara kita melalui koment dan like, tak kalah memalukan sebelum  makan para pejabat mengambil foto makanan yang dia makan yang konon katanya satu porsi makanan tersebut  seharga 600 ribuan dengan lahap mereka makan dengan uang rakyat sementara rakyat negara tersebut dilanda kemiskinan yang luar biasa. Mereka tidak menyadari bahwa rakyat mengaji mereka untuk menjadikan negeri ini damai tentram dan jauh dari segala bencana sosial berupa kemiskinan kejahatan dan lain-lain. Akan tetapi, para pejabat  asyik bergadged ria. Apakah ada informasi yang valid bagaimana mengatasi masalah kemiskinan yang melanda indonesia di bahas secara mendalam di dalam gadget sehingga mereka menjadi pejabat yang pasif yang tak peduli terhadap rakyatnya mereka lupa postingan mereka di beranda facebook, instagram, yang berupa janji-janji membujuk yang menghadirkan sejuta sensani yang menjanjikan kesejahteraan, kedamaian, kekayaan, dan lain sebagainya.Sekarang sudah saatnya kita peka akan masalah yang berkembang di negeri Indonesia kita ini. Lupakan lah gadget!!!! jangan menjadi orang yang autis karena negeri ini butuh orang yang aktif dalam dunia nyata yang bukan hanya stand behind the scane tapi bisa melakukan segala sesuatu yang akan menghantarkan negeri Indonesia kepada gerbang kesejahteraan yang dapat menyejahterakan seluruh rakyat Indonesia. Karena mencerdaskan bangsa berawal dari asupan gizi yang diterima oleh warga negri ini, dengan terpenuhinya gizi sosial, mental, fisik, maka akan terlahirlah sumber daya manusia yang berkualitas. Mulai saat ini Say no to GADGET and say yes for changing indonesian to be the best country dan ingat jangan jadi manusia pasif dan menjauhlah dari virus GADGET AUTISM.

Penulis : Nabila Zakiya

Share:

Minggu, 12 Juni 2016

Metode Pembelajaran "CUKUP TAU"


Study

Kualitas pendidikan bangsa ini banyak ditentukan oleh kualitas para gurunya. Sebagus dan semodern apa pun kurikulum dan perencanaan strategis pendidikan dirancang, jika tanpa guru yang berkualitas, tidak akan membuahkan hasil optimal. Apalagi dalam rangka pelaksanaan pendidikan formal, guru menjadi pihak yang sangat vital. Siswa akan kesulitan dalam belajar jika hanya mengandalkan sumber belajar dan media pembelajaran saja, tanpa adanya bimbingan guru. Yang patut dipertanyakan adalah: sejauh mana efektivitas peran guru dalam menciptakan pembelajaran yang menunjang terhadap pencapaian tujuan pendidikan?

Terdapat berbagai metode pembelajaran yang dapat diterapkan guru untuk mencapai tujuan pendidikan yang dicita-citakan, yang disesuaikan dengan kebutuhan siswa sebagai subjek didik. Namun pada faktanya, metode yang begitu populer di kalangan guru dewasa ini adalah metode pembelajaran “CUKUP TAU”. Artinya, guru hanya berperan sebagai transfer of knowledge saja, bukan sebagai transfer of values.

Hal ini tentu berpengaruh terhadap pribadi siswa sebagai subjek didik. Sesuai dengan metode tersebut diatas, maka terhadap pembelajaranpun para siswa hanya “cukup tau” dalam pemahaman saja. Mereka hanya memahami teori secara konseptual, tanpa bisa mengimplementasikannya dalam kehidupan sehari-hari. Sebagai contoh, setelah menyelesaikan pembelajaran mengenai pendidikan kewarganegaraan, tentu siswa memahami apa, bagaimana, dan  mengapa demokrasi itu ada.  Tetapi, mereka tak mampu melaksanakannya secara praktis dalam kehidupan di masyarakatnya. Contoh lain dalam pendidikan agama dan moral, tentu guru memberikan pemahaman tentang akhlak yang baik secara normatif, tetapi masih banyak siswa yang “cukup tau”, tanpa mampu mengimplementasikannya dalam kehidupan sehari-hari.

Seperti dijelaskan diatas, murid yang “cukup tau” terhadap materi pelajaran, merupakan akibat dari metode pembelajan “cukup tau” yang diterapkan oleh guru. Lebih jauh lagi, guru yang menerapkan metode ini, mungkin juga “cukup tau” terhadap tujuan pendidikan, tanpa ada keinginan untuk mewujudkannya. “Cukup tau” terhadapa kurikulum yang seharusnya, tanpa ada usaha untuk mengimplementasikannya. “Cukup tau” terhadap metode pembelajaran efektif, tanpa ada keinginan untuk menerapkannya. “Cukup tau” terhadap kondisi dan kebutuhan siswa, tanpa ada keinginan untuk mengidentifikasinya lebih jauh. “Cukup tau” terhadap materi yang akan mereka sampaikan, tanpa ada hasrat untuk berkembang dan belajar lebih jauh lagi. Kesimpulannya, metode pembelajarn “cukup tau” ini timbul dari berbagai “KECUKUPTAUAN” yang tertanam dalam mindset guru dewasa ini.

Pentingnya peranan dan kualitas seorang guru berdampingan dengan banyaknya problematika yang dihadapi. Hal yang mendasar pada problem tersebut adalah kemauan guru untuk maju. Kenyataan yang terjadi adalah sebaliknya. Guru tidak memiliki kemauan untuk belajar. Guru tak memiliki motivasi untuk berkembang dan maju ke arah yang lebih baik.

Penulis : Anugrah Mi'raj Zulfikar

Share:
Diberdayakan oleh Blogger.