Say No To Pacaran |
Di zaman yang semakin bubrah ini, tentu
banyak faktor yang menyebabkan kebubrahan itu. Salah satunya adalah
tradisi Nggandeng Pacar (dalam bahasa jawa). Siapa yang tidak tahu
dengan istilah pacaran di zaman ini, anak yang baru duduk di bangku SD saja
sudah mengenal istilah itu, bahkan anak kecil yang baru bisa bicara pun sudah
mengenal istilah pacaran karena sering mendengar dari kakaknya. Bagaimana
dengan yang sudah remaja, pacaran bahkan sudah menjadi tradisi di kalangan
muda-mudi zaman sekarang.
Kata mereka, yang telah menjalani status
berpacaran, siapa yang tidak punya pacar, belum bisa dikatakan seorang
remaja. Katanya pacaran penambah
semangat belajar. Katanya, pacaran adalah ajang bertukar cerita tentang pribadi
masing-masing, tempat curahan hati hingga satu sama lain mengetahui seluk beluk
kita, bahkan rahasia pribadi kita. Katanya pacaran adalah latihan awal dari pernikahan,
latihan mencari calon istri dan calon suami yang cocok dan baik, berarti kalau
begitu, secara tidak langsung mereka sudah mempunyai niatan untuk
berganti-ganti pacar hingga mendapatan
yang cocok sesuai yang diidam-idamkan. Lantas kalau sudah cocok, apakah mereka
dijamin akan langsung ke pelaminan? Apakah pacaran yang sekian lamanya terjalin
menjamin terbentuknya keluarga yang bahagia?
Belakangan kian sering terdengar kisah-kisah
rumah tangga yang hanya bertahan seumur jagung. Padahal, tak sedikit di antara
mereka yang sudah menjalani masa pacaran sekian lama. Tapi seperti diutarakan
oleh psikologi Zainoel Biran alias Bang Noel, kama sebentarnya masa pacaran,
sama sekali tidak bisa dijadikan tolak ukur keberhasilan atau kegagalan
perkawinan. “Yang lebih penting, justru seberapa efektif kedua belah pihak
menghayati pacaran sebagai masa untuk mencoba saling mengenal lebih baik secara
person to person.
Selain itu, boleh jadi selama masa berpacaran yang lama tadi memang tidak
terpikirkan niat untuk menjalin sebuah rumah tangga. Kalaupun akhirnya menikah,
menurut saya itu terlebih dikarenakan sebuah pikiran bahwa mereka sudah lama
berpacaran, hingga motivasi mereka untuk membangun rumah tangga tak lain
keterpaksaan akibat terbebani oleh lamanya hubungan atau mungkin karena faktor
lain seperti MBA. Na’udzubillahi min dzalik.
Cobalah sekarang kita bandingkan antara sisi positif dari pacaran dan dari
sisi negatifnya. Pasti kita banyak menemukan dari sisi negatifnya ketimbang
dari sisi positifnya. Sekarang kita coba menyebutkan sisi negatifnya. Menurut
saya dan beberapa orang yang sepemikiran dengan saya bahwa yang ada dalam
proses berpacaran hanyalah kedustaan. Cobalah kalian bertanya kepada
teman-teman yang sudah berpengalaman dalam berpacaran dan akhirnya putus.
Bagaimana tidak berisi kedustaan, di setiap akan berkencan atau hanya
sekedar bertemu sebentar saja, si wanita akan selalu berdandan cantik di
hadapan sang kekasih, berkata lemah lembut, padahal belum tentu si wanita
berkata lembut kepada orang tuanya. Selalu tersenyum manis ketika berhadapan
dengan kekasihnya. Wajah yang hitam ditutup-tutupi dengan menggunakan make up,
bahkan ada wanita yang rela mengorbankan uangnya hanya untuk pergi ke salon
untuk menjalani perawatan dari atas rambut hingga ujung kaki demi mendapatkan
pujian dari sang keksaih.Padahal semua itu adalah kedustaan, semua dilakukan
hanya semata-mata agar terlihat sempurna di hadapan sang kekasih.
Astaghfirullahal’adzim.
Tidak jauh berbeda dengan si lelaki, dia akan selalu menampakkan penampilannya
yang keren, baju selalu klimis, bertolak belakang dengan baju si wanita yang
selalu memperlihatkan lekuk tubuhnya, justru si lelaki menutup rapat lekuk
tubuhnya dengan berdandan rapi ala mafia, lengkap dengan dasi dan jas hitam,
rambut klimis, licin dan bersih (kata adaband). Tidak lupa sentuhan parfume
yang membuat si wanita selalu mendekatinya. Astaghfirullahal’adzim.
Selama seseorang mengenakan topeng kedustaan tersebut, berarti selama itu
pula mereka belum memiliki kepercayaan pada pasangan. Di hati kecilnya pasti
terselip kekhawatiran, suatu saat bakal dikecewakan atau tak diterima
sepenuhnya. Padahal, kebiasaan mengenakan topeng kedustaan membuat kita jadi
tidak cukup sensitif untuk mengenal pasangan. Bisa juga karena niatnya memang
tidak tulus untuk membangun suatu relasi. Semisal niat untukmorotin (matre’), ajang balas dendam,
mencari popularitas yang bisa memberinya kebanggaan tersendiri atau motivasi
lainnya.
Setelah saya mewawancarai beberapa teman saya yang telah mengalami putus
cinta, faktor utama yang menyebabkan kerenggangan itu adalah rasa kecemburuan
dari kedua belah pihak. Entah karena si wanita sering menghubungi teman lelaki
yang lainnya atau si lelaki yang juga diam-diam mempunyai selingkuhan. Dari
sini mulai timbul rasa saling mencurigai satu sama lain. Rasa kepercayaan
terhadap pasangan mulai hilang. Akhirnya, mereka jarang berkomunikasi. Kerap
saya membaca status alay di media sosial yang menggabarkan suasana hati mereka
terhadap sang pasangan,“tolong ngertiin aku dong!”, “kamu nyakitin perasaanku
tau nggak sih”, “dasar cewek murahan!”, “dasar buaya darat!”, “kamu selingkuhin
aku!”, “sakitnya tuh di sini!”, “dasar cewek matre, “ternyata kamu selama ini
Cuma pengen uang aku”, dan lain sebagainya. Tidak jarang dari kalian merasa
malu dan risih membaca status-status alay di media sosial.
Astaghfirullahal’adzim.
Selain itu, tak jarang saya mendapati teman yang putus cinta karena terlalu
sering melakukan kontak entah itu dari media telphon, sms, line, blackberry
massanger, whatsapp, parth, facebook, dan lain sebagainya, yang menyebabkan
banyaknya terjadi kesalah pahaman. Mungkin di karenakan salah dalam
mengungkapkan isi hati, salah dalam intonasi ketika berbicara atau yang
lainnya. Dan akhirnya berujung pada berakhirnya status berpacaran mereka. Akan
tetapi, tak jarang juga mereka putus hanya beberapa waktu saja, mungkin semalam
putus, keesokan harinya sudah menyambung lagi. Lucu sekali.
Ada kejadian lain yang saya temukan di kalangan teman-teman saya. Dia
sempat putus karena menjadi korban cuek dari pacarnya. Dia sudah panjang lebar
bertanya seperti ini seperti itu pada pacarnya lewat media sosial, ternyata si
lelaki hanya menjawab dengan satu huruf “T” (teu”:tidak), “TC” (teuacan:belum),
yang akhirnya membuat pihak wanita
jengkel dan merasa tidak diperhatikan. Ujung-ujungnya si lelaki minta putus,
padahal yang merasa tersakiti adalah dari pihak wanita. Tetapi anehnya, si
cewek tidak mau hubungannya berakhir, padahal sudah tahu bahwa si lelaki kurang
perhatian pada dia. akhirnya malam itu putus, pihak wanita sampai tidak
berhenti menangis, dan keesokan harinya status berpacaran terjalin lagi. Saya
sempat heran dengan kejadian ini, bagaimana bisa status berpacaran itu cepat
sekali terjalin kembali. Bagaimana cara mereka memulainya kembali? Saya
menyerah tentang hal itu.
Menurut saya berpacaran adalah hal yang mebuang-buang waktu saja dengan
tidak kejelasan masa depan. Dengan berpacaran tidak menjamin hidup kita selalu
berwarna. Tak jarang dari beberapa teman yang saya tanyakan tentang hal ini
menjawab, berpacaran hanya membuat diri kita sakit hati nantinya. Karena kita
tidak tahu apa yang akan terjadi pada hubungan itu. Apalagi yang menjalani
masih belum cukup matang emotionalnya. Masih labil, masih belum bisa berpikir
tentang masa depan, yang dipikirkan hanyalah senang sekarang. Berpacaran hanya
membuang-buang uang saja. Tradisi yang
dilakukan setiap sang pacar ulang tahun adalah memberi kejutan-kejutan yang
manis ala anak muda. mengasih coklat,
boneka, membuat surprise di tempat-tempat romantis, mengajak jalan-jalan,
shoping dan lain sebagainya. Padahal status mereka hanya berpacaran. Bagaimana
jika sampai ke pelaminan, saya menjamin
tak jarang dari mereka bosan melakukan hal-hal seperti itu. Memberi
kado, kejutan, berdandan yang cantik di hadapan suami, bersikap yang manis satu
sama lain. Hal ini dikarenakan mereka sudah biasa melakukannya di masa-masa
pacaran, hingga akhirnya bosan ketika sudah menjalani rumah tangga.
Pada akhirnya kita mengetahui bahwa cinta itu memang fitrah bagi setiap
manusia. Tetapi cinta juga tida harus di umbar kemana-mana seperti berpacaran.
Pacaran menurut teori teori benar adalah tidak ada istilah pacaran dalam Islam.
Untuk itu saya mengajak kalian untuk menghapuskan tradisi berpacaran di kalangan
muda-mudi. Karena sekarang stok wanita dan lelaki single sudah langka sekali.
Single disini diartikan bagi mereka yang memiliki paham say no to pacaran, and say yes to ta’arufan. Mulai dari sekarang,
bagi kalian-kalian yang masih berpacaran, sadarlah akan hal ini. Berpacaran
tidak menjamin hidup dan masa depan kita baik dan bahagia. Katakan pada
pasangan kalian masing-masing “say no to
pacaran, and say yes to ta’arufan”.
Penulis : Dewi Indah Dahlia
0 komentar:
Posting Komentar