Oleh: Yang merindu Bidadari Kenanga dan
Kesatria Negla
Pada setiap kehidupan seseorang, pasti
membutuhkan orang lain sebagai pelengkap hubungan interaksi sosial. Ada yang
dalam kategori kandung atau bukan. Orang-orang yang termasuk dalam kategori
kandung, biasa disebut keluarga. Sedangkan orang-orang yang bukan dalam
kategori kandung, bisa dipanggil teman, sahabat hingga saudara. Ketika awal
bertemu, kita biasanya akan menyapa dengan kata “teman”. Setelah terbangun rasa
percaya, maka akan naik derajatnya sebagai “sahabat”. Dan bila telah timbul
rasa memiliki, maka gelar “saudara” pun akan disematkan. Dan dalam essay ini, saya akan menggunakan istilah suadara, bukan
dalam konteks kandung tentunya.
Ketika kita memiliki saudara, bukan
berarti kita harus mengekangnya, bukan berarti saudara kita tersebut dapat kita
batasi ruang geraknya. Dan bukan juga berarti kita harus menuntut saudara tersebut agar selalu hadir di sisi.
Terkadang, kita tak jarang mengeluh karena orang yang kita sebut saudara
tersebut jarang hadir ketika dibutuhkan, bukan? Lalu dengan segera kita
berfikir bahwa saudara kita tersebut s-a-l-a-h. Tetapi pernahkah kita
merefleksi diri, apa yang salah dari diri kita sehingga orang yang kita anggap
saudara tersebut tidak ada bahkan ketika kita butuhkan?
Logikanya ketika seseorang telah
nyaman dengan kita, orang tersebut akan datang tanpa diminta. Namun, rasa
nyaman yang hadir tentu bukanlah sesuatu yang instan dan spontan, pada umumnya.
Rasa nyaman akan hadir ketika setiap orang bisa saling menghargai, memahami,
dan lain sebagainya. Perlu diperhatikan, “setiap orang” bukan hanya satu atau
dua orang. Jadi, bukan hanya nyaman namun juga mampu menyamankan.
Terkait dengan nyaman, hanyalah salah
satu hal yang mampu menguatkan persaudaraan. Ada hal sederhana namun kerap
disepelekan yaitu, saling sapa. Ada pernyataan menarik dari salah seorang
senior CSSMoRA UPI 2012 yang memiliki nama belakang Setiawan, beliau menyatakan
“Saling menyapa adalah salah satu cara jitu untuk merawat titik temu antar
sesama”. Hanya dengan menyapa, bahagia akan tercipta.
Variasi warna-warni kehidupan bisa
diberikan oleh saudara kepada kita. Bukan hanya tentang suka dan duka, namun
akan ada hikmah atau pelajaran baru dari mereka. Kita perlu pandai mengelola
emosi. Bagaimana harus mengapresiasi ketika saudara kita full team ketika ada perkumpulan. Dan bagaimana harus bersikap
ketika saudara kita satu persatu mulai menghilang karena asik terlibat dalam
perkumpulan lain.
Akhir kata, jangan lupa pulang, meski rumah
orang lain lebih menjamin kebahagiaan. Tidak perlu saling menyalahkan dan
saling menjauh. Perasaan jenuh dalam suatu perkumpulan memang tak dapat
dipungkiri, karena itulah dinamika dalam
suatu perkumpulan/kelompok. Bila jenuh, ingatlah bagaimana dulu ketika pertama
kali bertemu, ingatlah kembali bagaimana dulu ketika suasana perkumpulan hidup
dan hangat. Mari saling memperbaiki diri, mari saling mengingatkan,dan mari
saling menguatkan agar kembali hadir dan terasa “K-I-T-A”.
Note: “Hey,
aku benar-benar merindu! Ayo main”
Penulis
adalah Mahasantri PBSB UPI 2015 sekaligus pemenang lomba Essay FILTERSAY
CSSMoRA UPI