Senin, 25 Juli 2016

Program Wajib Militer : Solusi Tepat Untuk Membentuk Revolusi Mental Anak Bangsa



Salam Perjuangan


Persoalan terkait mengenai program wajib militer yang mulai diselenggarakan di indonesia. Mengenai program bela negara yang mulai dibuka pendaftarannya yang hampir setengah dari jumlah penduduk indonesia , 100 juta jiwa dengan usia dibawah 50 tahun yang ditargetkan ikut program tersebut. Dikatakan bahwa pelatihan difokuskan pada revolusi mental dari materi bela negara yang diberikan, yang meliputi: pemahaman tentang empat pila negara, sistem pertahanan semesta dan pengenalan alutsita TNI, dan ditambah lima nilai cinta terhadap tanah air. Dasar bangsa,rela berkorban dan pancasila sebagai dasar negara. Pelatihan fisik tidak terlalu dibebankan melainkan hanya baris-berbairis saja . Setelah mendapatkan pelatihan, mereka akan mendapat sebuah kartu anggota Bela Negara. Sedangkan kartu tersebut tidak tidak mempunyai nilai khusus bagi warga yang pernah mengikuti pelatihan bela negara, lantas kartu tersebut hanya sebagai penanda atau cinderamata?


Mengenai persoalan tentang pelatihan yang hanya melatih dan terfokus pada pembentukan revolusi mental tanpa terlalu memperhatikan tentang latihan fisik. Sedangkan dalam sebuah pelatihan kemiliteran maka yang jadi pokok utama dalam pelatihan iyalah pelatihan fisik agar kuat dan tidak mudah terpengaruh oleh lingkungan sekitar agar dapat menjadi orang yang tangguh dan tidak menjadi beban dalam menjalankan tugasnya.


Pemerintah yang hanya menilai bahwa program wajib militer ini hanya sebagai pembentukan kader bela negara pada gagasan pemerintah untuk mempersiapkan rakyat untuk menghadapi dua bentuk ancaman, yakni ancaman militer dan nirmiliter, didasarkan pada pasal 27 UUD 1945 dan Undang-Undang Pertahanan Nomor 3 Tahun 2002. Pun demikian, yang pastinya akan begitu banyak tanggapan dari kalangan masyarakat baik pro maupun kontra.


Revolusi mental yang dirancang untuk kesiapan dalam pelaksanaan terkait bela negara tersebut sudah pasti akan menimbulkan pro dari berbagai kalangan masyarakat. Tapi, masalah kesiapan juga harus lebih diperhatikan. Yaitu, sarana pelatihan yang dimiliki oleh Badiklat (Badan pendidikan dan Pelatihan) Kemenhan, harus dipastikan mampu menampung yang begitu banyak pendaftar. Sosialisasi juga seharusnya dilakukan dan diterapkan secara Massive, mengingat program tersebut yang beberapa minggu lagi akan dijalankan yang bersifat terbuka yang akan dijalankan oleh seluruh warga indonesia dibawah usia 50 Tahun , yang boleh jadi masih berpikir negatif terhadap program ini, terutama mengenai konsep bela negara yang bukan hanya berarti harus wajib militer. Karena jangan sampai, program tersebut tidak memiliki infrastruktur yang sesuai sehingga akibatnya program tersebut berkesan dilaksanakan dengan apa adanya atau sebuah program yang dilakukan dengan diada-adakan saja, dan tentu hal seperti inilah yang jangan sampai masyarakat tidak mengerti sehingga dia bingun harus mengikuti yang mana.


Dilihat dari persediaan fasilitas dan sosialisasi yang masih kurang dan untuk pemenuhannya yang sudah pasti akan berdampak besar atau luar biasa terhadap anggaran, yang bahkan sampai saat ini pembicaraan lebih rinci mengenai anggaran antara pemerintah dengan DPR belum dilakukan. Dengan hal ini sudah pasti akan memicu kepada banyaknya kalangan masyarakat yang akan kontra terhadap program tersebut.


Program wajib militer tidak prakti, karena pelatihan tentara cadangan hanya sekitar 30 hari, mungkin hanya sempat untuk latihan baris-berbaris, yang umumnya mereka hanya mendapat uang saku. Padahal waktu yang dipakai dalam pelaksanaa tersebut hanya akan mempengaruhi produktivitas mereka dalam kegiatan masing-masing , yang sudah jelas hanya akan merugikan. Di tambah lagi jumlah dana APBN untuk bidang pertahanan hanya 0,77% dari total seluruh APBN(data statistik), sedangkan jumlah dana yang akan digunakan untuk program wajib militer yang akan diselanggarakan untuk akhir tahun 2015 berkisar Rp. 500 Triliun. Dari dana APBN mungkin itu hanya akan cukup untuk membiayai komponen utama saja bahkan bisa saja itu kurang karena jumlah dana yang pantas untuk membiayai seluruh personil ini adalah 2% total APBN. Oleh karena itu, di banding harus mengadakan program wajib militer yang membutuhkan dana yang begitu besar, mugkin solusi yang baik adalah mempertahankan program kemiliteran yang ada atau penguatan pertahanan melalui anggaran APBN.


Program wajib militer jika disamakan dengan bela negara sudah pasti akan terlihat jelas dari perbedaannya. Karena, wajib militer bersifat resmi dan seseorang yang mengikuti wajib militer langsung menjadi sersan, letnan. Sedangkan bela negara hanya memberikan jiwa. Yaitu, mengenai kecintaan warga terhadap tanah air.


Bela negara bukan hanya disaat kita harus memegang senjata, tetapi membangun jiwa, sehingga mempunyai rasa memiliki negara, disiplin dan tanggung jawab terhadap negara. Sikap bela negara memang sangatlah penting dimiliki oelh setiap warga negara dan harus ditumbuhkan berdasarkan pada identitas negara itu sendiri. Sikap bela negara bukan hanya harus ikut dalam program wajib militer yang mampu untuk mempertahankan negara tapi bukan berarti tidak memiliki sikap nasionalisme. Karena sikap cinta terhadap tanah air bisa diwujudkan dengan pemeliharaan dan penjagaan serta pelestarian terhadap sumber-sumber yang ada pada negara kita.


Menyangkut tentang wajib militer yang merupakan solusi tepat untuk pembentukan revolusi mental terhadap anak bangsa itu bersifat relatif, karena pembentukan mental yang baik tidak hanya harus didapatkan pada disaat ikut program wajib militer karena pembentukan mental anak bangsa bisa melalui dengan pendidikan disekolah-sekolah atau di perguruan tinggi dan terutama pada keluarga sendiri. Penerapan tentang sikap yang baik dan cinta terhadap tanah air dalam sekolah dapat melalui dengan pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan dengan metode pengajaran yang baik. Dan dalam perguruan tinggi tidak lepas dari Pendidikan Kewarganegaraan yang mendidik dan menyadarkan mahasiswa untuk cinta terhadap tanah air, dengan pengimplementasiaanya yaitu mencintai produk dalam negeri. Dan pembentukan sikap disiplin dalam diri mahasiswa yaitu dengan adanya kegiatan LDKM (Latihan dasar kepemimpinan mahasiswa). Dan di dalam setiap rangkai kegiatan tersebut terkandung pendidikan tentang mental yang baik dan bagaimana cara menjadi warga negara yang baik dan menjadi penerus generasi yang lebih baik.


Melakukan revolusi karakter bangsa melalui kebijakan penataan kembali kurikulum pendidikan nasional dengan mengedepankan aspek pendidikan kewarganegaraan, yang menempatkan secara proporsional aspek pendidikan, seperti pengajaran sejarah pembentukan bangsa, nilai-nilai patriotisme dan cinta tanah air, semangat bela negara dan budi pekerti di dalam kurikulum pendidikan indonesia.


Penulis : Nur Asmiati













Share:
Diberdayakan oleh Blogger.